Dari Sisa Jadi Karya, Desainer Majalengka Sulap Kain Perca ke Catwalk

- 06 Juli 2025 20:38 22 Dilihat
Pimpinan Sanggar Kreatif Sambara, Ayank Rusmayanti Sambara (Potret : Jilly Ortega/Pustakawarta.com)
Majalengka, Pustakawarta.com - Kain sisa atau perca dan pakaian lama adalah harta karun yang dimanfaatkan dalam desain fashion.' Di sisi lain, tren ini juga memiliki nilai estetika dan nilai jual tinggi.
Ayank Rusmayanti Sambara, Pimpinan Sanggar Kreatif Sambara & Manajemen Puri Sambara, juga seorang jurnalis perempuan dari Kabupaten Majalengka, mengenalkan trend sustainable fashion sejak dini kepada anak didiknya.
Berkreasi dengan kain sisa atau yang biasa disebut perca, jadi lembaran bahan pakaian lama, yang kemudian akan disulap menjadi produk bernilai seni. Dan menyelesaikan proses itu melalui sebuah karya busana.
“Bagaimana caranya tidak menimbulkan limbah dan memiliki nilai seni juga daya jual tinggi,” kata Kak Ayank ketika ditanya mengapa sustainable fashion menjadi pilihannya.
Memanfaatkan kain perca dan bahan dari pakaian lama, kata single mom ini, adalah salah satu penyelamat limbah tekstil yang sangat besar.
“Kreasi fashion ini mengasah kreativitas dan seni,” lanjut dia.
Karya Ayank dan anak didiknya telah tampil di banyak gelaran, termasuk di Kota Bandung dan Jakarta. Bahkan karyanya "Busana Pesta" ada yang terjual seharga 15 juta rupiah.
Kain perca kecil-kecil yang merupakan sisa bahan atau limbah, digabungkan membentuk motif tertentu. Ia kemudian mengembangkan teknik jahitan vertikal, horizontal mengkreasikan obyek sesuai yang di inginkan.
“Jadi tidak berkesan murah, karena tidak gampang, bahkan dalam menyelesaikan 1 baju / gaun bisa berbulan-bulan karena hand made. Bahannya sih memang murah, tapi nilai artistik dari cara membuatnya itu agak sulit, agak berproses, mulai dari membuat sketsa di kertas, setelah itu kain kecil-kecil itu dipotong menurut bentuk-bentuk dan warna yang dikehendaki,” jelas Kak Ayank yang juga salah satu pengurus Karyawan Film dan Televisi (KFT) lndonesia Korda Ciayumajakuning.
"Desain fashion kain perca ini dikreasikan juga dengan goresan kuas dan cat tekstil, layaknya di atas kanvas," ujarnya.
Ketelatenan Jadi Tantangan
Ketua Perupa Majalengka senior (Pelukis Mata Bathin), Ade Realism, mengakui keunikan fesyen dari bahan perca, khususnya karya Ayank R Sambara ini. Unik karena dikerjakan dengan tanga, di Paris hand made itu harganya sangat tinggi dibanding dengan jahitan mesin.
“Saya sangat salut dengan ketekunan serta jiwa artistiknya dalam mengolah limbah bahan perca. Menyulap, menciptakan sesuatu yang baru sama sekali. Sehingga, hasil karyanya merupakan masterpiece karya, seni yang unik. Diterapkan untuk busana yang memiliki nilai estetika dan nilai jual tinggi,” ujar dia.
“Tantangannya cuma satu, ketekunan. Gen Z apa mau melakukan itu,” Tambah Ade Realism.
Selain tantangan dari sisi desainer, menurut Ketua Perupa Majalengka, sustainable fashion juga memiliki tantangan dari sisi pemakai atau konsumen.
“Tantangannya sebenarnya pola pikir masyarakat untuk tidak misalnya beli baju, kemudian pakai, kemudian dibuang,” kata Ade.
Tren fesyen berganti setiap tiga bulan, tambah dia, dan bagi sebagian masyarakat tren tersebut diikuti. Dampaknya, limbah atau sampah fesyen terus bertambah dan menjadi salah satu penyumbang sampak terbesar di dunia.
Selain dari sisa produksi, limbah fesyen juga berasal dari baju bekas yang dibuang begitu saja, tanpa ada upaya kreatif untuk menjadikannya model baru.
“Jadi, ini juga supaya kita mempunyai gaya hidup baru, bukan hanya memakai bahan atau busana yang baru, tetapi bagaimana kita menciptakan ulang apa yang kita pakai supaya bisa digunakan kembali,” kata dia.
Penyumbang Sampah
Tekstil sebagai bahan baku industri fashion menyumbang sampah dan limbah di dunia dalam berbagai bentuk. Dalam proses produksi, pabrik tekstil menghasilkan limbah cair yang berbahaya bagi ekosistem. Prosesnya juga tidak ramah lingkungan, karena menurut Asosiasi Daur Ulang Tekstil Inggris, industri ini di seluruh dunia menghasilkan 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca.
Program Lingkungan PBB menyebut, industri tekstil bertanggung jawab atas 20 persen limbah cair dunia, mencapai 92 miliar meter kubik per tahun, khususnya dalam proses pewarnaan.
Pemulung Perlu Dintegrasikan ke Sektor Penanggulangan Sampah Formal
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, Indonesia memproduksi sampah hampir 68,5 juta ton setahun, dengan sampah kain setahun mencapai 2,3 juta ton dan diperkirakan akan mencapai 3,5 juta ton pada 2030. Sementara di tingkat global, dalam setahun tercipta 92 juta ton limbah tekstil dan diperkirakan akan menjadi 134 juta ton pada 2030.
Dalam posisi seperti inilah, sustainable fashion menjadi salah satu kunci.
“Kalau ini kita kembangkan terus menerus, ini akan menjadi peluang kita untuk bisa mengurangi sampah dan limbah fesyen di negara kita. Berangkat dari kesadaran, kita tanamkan ke masyarakat bahwa sustainable fashion itu sangat penting,” kata Ayank R Sambara.
Sanggar Kreatif Sambara.
Sementara, sebagai informasi Sanggar Kreatif Sambara ini didirikan tahun 2003 di Kabupaten Majalengka. Materi pendidikan yang diberikan diantaranya : Akting / Seni Peran, Modelling, Tari, Sastra, Musik, Lukis, dll. Anak didik dari usia 3 tahun sampai usia dewasa, dengan belajar secara terpadu.
Anak didik banyak yang sudah meraih prestasi mewakili sekolah masing-masing tingkat Kabupaten, Jawa Barat, bahkan nasional. Diantaranya Sanggar Kreatif Sambara pernah meraih juara umum lomba akting di Gedung PPH UI, Kuningan Jakarta, meraih 2 Emas (tingkat Anak-anak & Remaja), dan 4 Perak (tingkat Anak-anak & Remaja). (*)
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu